Selama musim kemarau, banyak kebakaran terjadi di hutan di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan Sumatera. Tak hanya di luar Jawa, kini karhutla juga merambah ke beberapa hutan di Pulau Jawa. Pada dasarnya hutan tropis tidak mudah terbakar seperti lahan gambut, namun tidak menutup kemungkinan terjadi karhutla yang kini melanda beberapa pegunungan di Jawa seperti pegunungan Dieng Jawa Tengah, Gunung Arjuna di Jawa Timur dan Gunung Papandayan di Jawa Barat. Musim kemarau yang panjang membuat hutan di berbagai daerah kekeringan hingga menimbulkan percikan api yang kemudian tersebar ke berbagai arah. Api dengan mudah menyebar karena melimpahnya bahan yang mudah terbakar terutama pada ilalang dan puing-puing kayu hasil praktik deforestasi yang luas.
Pada kasus hutan gambut, karbon tersimpan pada jumlah besar di permukaan hingga lapisan dalam. Saat terjadi penebangan hutan terutama dalam skala besar, oksigen dan sinar matahari memicu pelepasan karbon dari dalam tanah gambut. Karbon bertransformasi jadi karbondioksida dan lepas ke udara bebas. Pelan-pelan lahan gambut yang menyimpan air dalam jumlah besar jadi kering dan mudah terbakar hingga berbagai gas beracun terlepas ke atmosfir.
Mencegah kebakaran yang tidak terkendali di Indonesia merupakan salah satu elemen penting yang harus dilakukan dengan melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu pembuatan sekat bakar pada hutan tropis dan pembuatan kanal pada hutan gambut. Pertama, sekat bakar adalah jalur yang memisahkan areal tanam satu dengan yang lain, berbentuk seperti jalan atau jalur setapak pada umumnya dengan lebar 5 meter antar petakan. Jalur ini dibuat dengan menghilangkan ilalang dan rerumputan agar aliran api tidak menjalar ke areal lainnya. Ilalang dan rerumputan kering merupakan media yang mudah terbakar sehingga perlu dibersihkan dengan membuat jalur atau sekat api untuk mencegah api menjalar ke areal yang lebih luas. Sekat bakar ini dibuat di awal musim kemarau dan diperbaharui setiap tahun agar sekat bakar tetap bersih dari ilalang.
Kedua, pembuatan kanal (rewetting) merupakan pembasahan kembali lahan gambut yang dilakukan dengan cara menyekat kanal atau saluran drainase. Kanal di hutan gambut harus disekat karena jika tidak maka kanal menjadi kering menjadi kering dan mudah terbakar di musim kemarau. Adanya kanal membuat terurainya materi gambut dan tercuci ke aliran sungai dan perlahan menyebabkan penurunan permukaan gambut dan menimbulkan cekungan yang akan tergenang air.
Ketika kering, lahan gambut sudah tidak produktif dan akan ditinggalkan oleh pengelolanya. Untuk menghindari kondisi ini, kanal-kanal yang sudah dibangun perlu disekat-sekat untuk mempertahankan permukaan gambut. Ruang antar sekat dipertahankan berair. Sementara itu wilayah kiri dan kanan kanal ditanami dengan tanaman rawa yang tahan genangan air. Jika lahan gambut mengalami subsiden (penurunan permukaan gambut) maka tanaman rawa yang sudah ditanam tersebut akan segera dapat menggantikan tanaman yang ada di wilayah gambut tersebut.
Meski ada langkah penanggulangan yang bisa dilakukan, namun mengetahui lebih dini tentang mitigasi karhutla menjadi solusi terbaik untuk mencegah rusaknya hutan. Bagi hutan yang telah terdeforestasi, pemulihan yang bisa dilakukan dengan rehabilitasi dengan teknik revegetation. Langkah ini dilakukan dengan menanam kembali hutan dengan berbagai jenis tanaman sehingga ekosistem alami dapat pulih. Mengkombinasikan penanaman tanaman hutan dalam pertanian dapat memperkecil potensi erosi, memaksimalkan produksi biomassa, dan memaksimalkan interaksi positif antara tanah dengan tanaman.
Penerapan sistem agroforestry (kombinasi penanaman tanaman hutan dan tanaman pertanian dalam unit lahan yang sama) merupakan salah satu solusi dalam pemanfaatan lahan yang lestari alih-alih ladang berpindah dan pertanian monokultur yang menghilangkan keragaman hayati yang ada.