Bersama Indmira Menuju Budidaya Sawit Berkelanjutan

 Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menyatakan pada tahun 2019 luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 14,68 juta hektare dimana jumlah ini bertambah hampir 50 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari perilaku konsumerisme minyak kelapa sawit. Hasil produksi dari minyak kelapa sawit menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia sebagai penyumbang devisa terbesar. Data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan bahwa sebesar 70% produksi minyak kelapa sawit akan di ekspor dan 30%nya lagi untuk dikonsumsi di dalam negeri.

Meskipun minyak kelapa sawit merupakan penyumbang devisa terbesar, tidak dapat dikatakan Indonesia selalu mendapatkan dampak positif dari produksi minyak kelapa sawit yang melipah ini. Untuk membuka sebuah lahan perkebunan kelapa sawit (Land Clearing), terjadi penebangan besar-besaran di hutan-hutan Indonesia untuk dialih fungsikan. 

Dampak yang dihasilkan dari produksi minyak kelapa sawit tidak hanya dilihat dari proses pra produksi yakni pembukaan lahan. Dampak lain yang terlihat ialah limbah yang dihasilkan dari proses pasca produksi. Limbah kelapa sawit ini sendiri berupa limbah padat, limbah cair, dan gas. Limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Tandan kosong ini dihasilkan dari proses pengolahan setiap 1 ton tandan buah segar (TBS). Hasil pengolahan tandan buah segar ini menghasilkan sekitar 220-230kg atau 22-23% tandan kosong.

Limbah cair yang dihasilkan merupakan Palm Oil Mill Effluent (POME) yang sangat berdampak pada ekosistem lingkungan ialah limbah cair dimana. Limbah cair yang dihasilkan kelapa sawit ini ialah buangan kondesat sebanyak 8-12% serta air pengolahan 13-23%. Ciri limbah cair ini mengandung sebuah padatan yang terlarut dan tersuspensi berupa koloid serta residu minyak dengan tambahan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Ketika limbah cair ini dibuang ke perairan maupun tanah maka akan berpotensi mencemari lingkungan.

Dikarenakan banyaknya dampak yang dihasilkan oleh pengelolaan minyak kelapa sawit ini maka Presiden menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2019 yang berisikan rencana aksi nasional perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Indonesia Sustainable Palm Oil/ ISPO). ISPO adalah suatu kebijakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, ISPO diharapkan dapat memastikan aktifitas industri tidak memperburuk kualitas lingkungan hidup dalam artian lain dengan ISPO pemerintah mengharapkan bisnis yang berkelanjutan. ISPO merupakan cara mandiri Indonesia dalam menepis adanya dampak kerusakan lingkungan akibat aktifitas bisnis kelapa sawit.

Menyambut kebijakan sustainable sawit, Indmira memberikan alternatif solusi bagi pengolahan limbah sawit dengan preoperatory aerobik dekomposer. Tujuannya adalah mempercepat proses dekomposisi agar tandan kosong dan pome yang telah lapuk dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Pada dasarnya limbah tankos dapat dimanfaatkan tanpa bantuan dekomposer namun proses ini memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu adanya aerobik dekomposer ini dapat membantu tandan kosong dalam proses pembusukan limbah. 

Zat-zat yang terkandung dalam limbah tandan kosong yang telah difermentasi dapat digunakan sebagai pupuk organik dan dapat berpengaruh bagi sifat kesuburan tanah. POME sendiri mengandung kosentrasi bahan organik yang relatif tinggi yang secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Oleh karena itu, limbah padat dan cair dalam tonase yang besar dapat bermanfaat bila diolah dengan tepat dengan memanfaatkan aerobik dekomposer.

Aerobik dekomposer adalah sebuah produk berbasis mikroba yang mampu membantu dekomposisi atau penguraian bahan organik. Ada berbagai mikroba dalam aerobik dekomposer yang akan berkembang dalam media, dalam hal ini media yang dimaksud adalah tandan kosong dan pome. Aerobik dekomposer yang dikembangkan oleh tim RnD Indmira ini didesain untuk dapat mendekomposisi tankos dalam waktu yang lebih cepat.

Dari riset tersebut dihasilkan aerobik decomposer yang mampu mendekomposisi dalam waktu 25 hari, waktu ini terhitung lebih cepat dari target seharusnya yaitu 30 hari. Komposisi mikroba yang terdapat dalam aerobik dekomposer dapat berpengaruh pada kecepatan dekomposisi limbah tandan kosong dan pome. Kelebihan lain yaitu warna tankos menjadi lebih gelap dan tekstur lebih lembut serta mengurangi terbentuknya gas metana.

Pengolahan limbah ini tidak hanya untuk tanda kosong namun memanfaatkan POME. Cairan POME akan dicampurkan dengan aerobik dekomposer, perbandingannya adalah 1 liter aerobik dekomposer dicampur dalam 15 m³ POME. Setelah diperoleh campuran dekomposer dan POME maka dilakukan pengaplikasian pada tumpukan tandan kosong yang telah disusun piramida. Piramida tandan kosong ini berukuran 1 x 4 x 1.5 m yang nanti akan disiram dengan campuran dekomposer dengan POME dengan intensitas tiga hari sekali. Setelah beberapa hari limbah tandan kosong yang keras menjadi remah sehingga mampu digunakan untuk pupuk. Selain pupuk, dekomposisi tandan kosong ini dapat menghasilkan etanol yang dapat diolah lebih lanjut menjadi bioetanol.

Produksi bioetanol dari tandan kosong ini mendukung program pemerintah E5 yang merupakan formulasi 5% etanol dan 95% bensin. Program bioetanol E5 diwajibkan pada 2020 yang akan dilanjutkan dengan program meningkat ke E20 pada 2025 guna tercapainya penggunaan energi terbarukan.