Terdapat berbagai macam metode pemulihan lingkungan tercemar dengan memanfaatkan mikroorganisme yang secara biologis mengembalikan kondisi tanah. Metode biologis ini dikenal sebagai bioremediasi. Pengaplikasian strategi bioremediasi ini memiliki tujuan untuk meningkatkan laju penguraian, menginaktivasi mikroba yang mampu bertahan dari keberadaan polutan beracun serta memanfaatkan mikroba tersebut untuk melakukan penguraian terhadap polutan sehingga menjadi unsur yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan yang mendukung penerapan strategi bioremediasi ini menjelaskan bahwa bioremediasi menjadi respon biologis menuju perbaikan substrat pada lingkungan yang telah rusak atau tercemar. Bioremediasi dapat berperan sebagai detoksifikasi dalam menurunkan tingkat racun polutan dalam tanah dengan menggunakan mikroorganisme, tanaman, atau enzim mikroba.
Konsep bioremediasi ini telah menjadi sebuah metode yang menawarkan proses pemulihan lahan tercemar menjadi normal dan aman kembali untuk kehidupan ekosistem sekitar. Selain itu, penerapan bioremediasi menjadi strategi yang efisien dalam memulihkan lahan tercemar dengan pengeluaran biaya yang dibutuhkan lebih minim dibandingkan dengan metode konvensional.
Keberlanjutan proses bioremediasi ini sangat tergantung dengan keberadaan mikroba. Selanjutnya mikroba dikemas menjadi produk biostimulant yang akan diaplikasikan pada tanah sebagai pembenah tanah. Biostimulan merupakan produk berbasis organik dan diperkaya dengan mikroba yang dapat menstimulasi pembentukan topsoil pada tanah. Mikroba memanfaatkan proses metabolismenya untuk mengkonversi polutan menjadi produk yang menguntungkan melalui reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi yang rendah.
Dalam mendukung strategi pemulihan lingkungan tercemar dengan bioremediasi ini, Pemerintah Indonesia telah membuat instrumen hukum yang mengatur standar kegiatan bioremediasi untuk mengatasi lingkungan tercemar akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis dan telah mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.
Metode bioremediasi ini juga telah diterapkan oleh Indmira dalam berbagai project di beberapa wilayah Indonesia. Salah satunya yaitu dalam menangani dan memulihkan lahan pasca tambang timah di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan. Dalam penanganannya, Indmira menerapkan biostimulan sebagai salah satu upaya bioremediasi terhadap lahan berpolutan setelah aktivitas pertambangan timah di daerah tersebut. Biostimulan yang dikembangkan Indmira telah diaplikasikan dalam berbagai jenis lahan tambang untuk meningkatkan kesuburan tanah.