Sumber daya alam yang terdiri dari air, tanah, udara dan organisme yang hidup didalamnya merupakan komponen penting dalam mendukung kehidupan. Segala hal yang tercakup tersebut hidup dalam satu kesatuan yaitu lahan. Seringkali lahan disama artikan dengan tanah, padahal secara pengertian justru tanah merupakan salah satu komponen yang ada dalam sebuah lahan. Lahan menjadi tempat bernaung segala komponen kehidupan baik biotik atau abiotik. Sebagai sebuah tempat bernaung, dipastikan ada sebuah mekanisme yang menjaga agar tetap terjaga. Sebagaimana masing masing komponen membawa peranannya tersendiri seperti tanah sebagai media tumbuh dan berkembang berbagai organisme, udara sebagai sumber kehidupan untuk melakukan proses proses metabolisme, air sebagai katalisator alam dalam memastikan proses kimia tetap berjalan serta masing masing organisme hidup yang membawa perannya tersendiri.
Faktor eksternal seperti aktivitas manusia yang tidak bijak serta adanya perubahan makro yang terjadi pada alam sering membuat gangguan di sebuah lahan. Seperti aktivitas deforestasi yang secara mendadak membuat tutupan lahan berupa vegetasi pohon terbuka. Hal ini menyebabkan sebuah guncangan terhadap komponen yang hidup dibawah tegakan baik itu komponen biotik dan abiotik. Perubahan yang terjadi secara insidental membuat komponen lahan bekerja tidak pada alur biasanya. Tanah yang seharusnya menyimpan karbon justru kehilangan fungsinya dan berdampak kepada fungsi penting lain seperti menyimpan air dan menjaga stabilitas tanah. Air yang seharusnya dapat disimpan dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat justru hilang dan terbuang begitu saja. Luas lahan yang terdegradasi di Indonesia selalu bertambah, tahun 1968 dilaporkan luas lahan terdegradasi di Indonesia 20 juta ha, tahun sembilan puluhan sekitar 40 juta ha, dan pada tahun 2008 mencapai 77,8 ha. Lahan terdegradasi dan menjadi kritis (rusak, tandus, gundul) pada sektor pertanian di tahun 1993 seluas 18 juta ha, dan pada tahun 2003 telah mencapai 23,2 juta ha. Angka tersebut menunjukan bahwa aktivitas pertanian meningkatkan lahan kritis sebanyak 5,2 juta hektar dalam waktu 10 tahun.
Sektor pertambangan dilaporkan bahwa pada tahun 2011 memberikan dampak lahan kritis dengan luas lahan lahan terdegradasi mencapai 104,2 juta hektar . Hal ini antara lain disebabkan oleh kegiatan penambangan karena Indonesia memiliki kekayaan berbagai macam deposit mineral tambang yang melimpah, seperti batubara, nikel, emas, bauksit, besi dan sebagainya. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Sehingga tidak heran jika lahan terdegradasi yang muncul dari sektor pertambangan cukup besar. Beberapa hal penting yang menjadi alasan mengapa lahan sangat penting untuk diperbaiki antara lain
1. Tekstur dan Struktur Tanah Sangat Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan tanaman
Tanaman dapat tumbuh ideal, membutuhkan tekstur dan struktur tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman. Struktur tanah ideal adalah tanah yang mantap dan aerasi baik. Namun, dalam beberapa kondisi terdapat lahan dengan struktur tanah yang keras atau terlalu lepas seperti berpasir. Tanah yang memiliki tekstur dan struktur keras kurang dapat mendukung penetrasi akar serta sebaran air tanah. Akibatnya tanaman tidak dapat tumbuh dengan optimal dikarenakan perakaran tidak dapat menjangkau dan mencengkeram tanah dengan baik. Struktur tanah mempengaruhi banyak sedikitnya aliran air dan pergantian antar ion unsur hara pada permukaan tanah. Beberapa tipe struktur tanah juga memiliki hubungan dengan kemampuan tanah untuk meneruskan air. Sehingga tekstur dan struktur tanah berkaitan erat dengan air yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
2. pH tanah masam dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Pada beberapa kondisi tanah mengalami perubahan pH atau tingkat keasaman tanah. Salah satunya pada lahan pasca tambang yang sering mengalami reaksi mineral sulfida dengan oksigen tersebut dan menghasilkan batuan yang mengandung besi ferro, sulfat dan tingkat keasamaan tinggi yang disebut Potential Acid Forming (PAF). Kondisi seperti ini pada tanah akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh. Kadar pH yang masa seperti halnya pada tanah PAF biasanya ditemukan di lahan pasca tambang dimana pada kondisi asam biasanya tanaman tidak mampu tumbuh dengan baik karena zat hara tidak dapat diserap oleh tumbuhan secara optimal. Untuk mengurangi kadar keasaman tanah kita dapat melakukan dengan pemberian dolomit atau kapur pertanian.
3. Lahan Minim Unsur Hara sulit untuk menjadi habitat makhluk hidup
Kegiatan pertambangan biasanya melakukan pembolak balikan tanah yang menyebabkan adanya perubahan susunan lapisan tanah. Salah satu lapisan tanah yang banyak dibutuhkan ialah lapisan top soil. Lapisan top soil merupakan rumah bagi beragam makhluk hidup dan tentunya bagi tanaman. Efek yang ditimbulkan pada kegiatan pertambangan antara lain adalah adanya perubahan susunan lapisan tanah, sehingga mengalami kehilangan bahan organik penting. Bahan organik yang hilang menyebabkan adanya perubahan pada karakteristik fisik tanah, tanah mudah mengalami erosi dan menjadi tidak kokoh ketika terjadi hujan. Tanah mudah lepas dan berdampak tidak langsung pada lingkungan terutama pada wilayah hilir.
4. Dampak dan Upaya Perbaikan Kerusakan Lahan
Lahan terdegradasi dapat berpotensi sebagai sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) karena memiliki kerentanan pada kebakaran di musim kemarau atau banjir di musim hujan. Banjir menjadi salah satu kasus terbanyak yang terjadi akibat kerusakan lahan, setidaknya banjir mampu menyebabkan kerusakan baik itu secara material atau bahkan merenggut nyawa. Sebagaimana banjir bandang yang terjadi di Papua dan Kota Batu Jawa Timur yang merupakan akibat adanya degradasi wilayah hulu akibat berubahnya fungsi hutan menjadi wilayah komersil. Selain itu, degradasi lahan juga mampu menyebabkan adanya pencemaran lingkungan. Limbah pertambangan biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi yang dapat mengalir keluar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa ini akan menjadi asam. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam berat sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik. Sehingga perlu adanya upaya untuk memperbaiki lahan terdegradasi tersebut dengan metode yang tepat agar kegiatan tetap berprinsip berkelanjutan.
Jika degradasi terjadi karena kerusakan bentang lahan, tentu saja teknologi yang dikembangkan adala harus bersifat pengembalian komponen lahan, baru dilakukan aktivitas berikutnya, yang meliputi perbaikan sifat tanah, kemudian diikuti dengan penanaman kembali. Jika degradasi yang terjadi dalam bentuk pemiskinan hara tanah, maka teknologi pemulihan yang dikembangkan harus bersifat pengkayaan, baik pengkayaan bahan organik maupun unsur hara, dan pada kondisi tertentu mungkin juga memerlukan penambahan bahan amelioran. Untuk mengoptimalkan usaha pemulihan lahan dan mencegah proses degradasi lahan terus berlanjut, maka pada kasus degradasi lahan yang terjadi karena erosi, maka pencegahan erosi harus menjadi prioritas. Jika degradasi lahan terjadi akibat pencemaran, maka teknologi yang dikembangkan harus mampu membersihkan atau paling tidak menetralisir bahan pencemar. Teknologi untuk pemulihan pencemaran mencakup pemulihan lahan secara fisik, kimia, maupun biologi, termasuk penggunaan tanaman yang dikenal dengan istilah fitoremediasi
Referensi
Sitadewi. 2016. Mitigasi Lahan Terdegradasi Akibat Penambangan Melalui Revegetasi Mitigasi Lahan Terdegradasi Akibat Penambangan Melalui Revegetasi. Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2
Wahyunto dan Dariah. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing, Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta.